Pelajaran Suksesi Bisnis Keluarga dari Victor Hartono di Forum Meet The Leaders Paramadina
JAKARTA — Universitas Paramadina kembali menggelar forum inspiratif Meet The Leaders, yang secara rutin menjadi wadah diskusi terbuka antara mahasiswa, masyarakat, dan para tokoh berpengaruh dari berbagai sektor. Pada edisi terbaru ini, forum mengambil tema “Djarum: A Story of Strategic Succession” dengan menghadirkan Victor Hartono, MBA, sebagai pembicara utama. Victor merupakan generasi kesembilan dari keluarga Hartono Group.
Diskusi dipandu oleh ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, MPP, yang juga berperan sebagai host, membahas beragam aspek penting mengenai suksesi dalam bisnis keluarga serta bagaimana bisnis mampu bertahan dan berkembang lintas generasi. Acara diselenggarakan di Auditorium Benny Subianto, Kampus Kuningan Universitas Paramadina, Sabtu (26/7/2025).
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, Ph.D., menegaskan bahwa pengalaman langsung dari pelaku bisnis lintas generasi seperti Victor Hartono sangat penting untuk dibagikan kepada generasi penerus.
“Mendatangkan Victor Hartono adalah langkah strategis agar mahasiswa bisa memahami secara nyata bagaimana bisnis keluarga dapat berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya,” ujarnya.
Victor membuka sesi dengan menyampaikan sebuah prinsip penting dalam perjalanan bisnis keluarganya: “Industri yang kita jalankan sekarang belum tentu menjadi sumber penghidupan di masa depan. Ini adalah pengalaman nyata yang kami alami selama beberapa generasi,” ujarnya dengan tegas.
Ia mengisahkan bahwa pada awalnya bisnis keluarga Djarum bukanlah rokok, melainkan perdagangan minyak kacang di era kolonial. Namun, kehadiran kelapa sawit dari Afrika yang memiliki efisiensi panen hingga 12 kali setahun menggeser posisi minyak kacang di pasar. Dari sini, keluarga Hartono menyadari bahwa tidak ada bisnis yang kebal dari perubahan pasar dan disrupsi teknologi.
Victor juga membagikan sejarah panjang keluarga Hartono dimulai dari kakeknya, Oei Wie Gwan, generasi ketujuh, yang merintis usaha pabrik mercon bermerek Cap Leo. Namun, usaha ini berkali-kali mengalami kegagalan besar seperti ledakan pabrik pada 1939, perampokan dan pembakaran pada 1941, serta terhentinya produksi akibat pendudukan Jepang pada 1942.
“Pelajaran besar dari kisah ini adalah, faktor politik dan kondisi global dapat menggagalkan kelangsungan bisnis sekalipun sudah mapan,” jelas Victor, sambil menambahkan bahwa pabrik mercon legal di Indonesia saat ini hampir tidak ada karena regulasi dan risiko tinggi.
Selain tekanan eksternal, Victor juga mengingatkan bahwa konflik internal keluarga bisa menjadi ancaman serius. Isu seperti arus kas yang terhambat, perbedaan ambisi, dan kepemimpinan yang tidak jelas kerap menjadi bom waktu dalam bisnis keluarga. Ia menyoroti pentingnya meritokrasi, pembagian dividen yang adil, serta keberhasilan transisi generasi untuk menjaga bisnis tetap sehat.
Dari pengalaman tersebut, Victor menyarankan agar struktur kepemimpinan keluarga dibuat jelas dengan satu pemimpin utama untuk meminimalisir konflik. Selain itu, pembagian unit usaha secara tegas antaranggota keluarga serta keterbukaan menjual sebagian saham kepada mitra bisnis yang kuat merupakan strategi penting untuk menjaga daya saing jangka panjang.
“Ini bukan bentuk kekalahan, melainkan strategi untuk memperkuat posisi kami di pasar,” tegas Victor.
Victor menutup dengan harapan agar dari keluarga besar mereka lahir beberapa tokoh konglomerat yang bukan hanya mewarisi nama, tetapi juga mampu beradaptasi dan menjadi pelaku bisnis handal yang mampu membaca dinamika zaman.
Forum ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana bisnis keluarga dapat bertahan dan tumbuh dengan adaptasi, ketahanan, dan kepemimpinan visioner yang terus diperbarui, sekaligus menjadi inspirasi berharga bagi mahasiswa dan generasi muda.**
